Jumat, 11 Maret 2011

Antara Isu Film dan Susu Formula

BELAKANGAN banyak isu yang melanda negeri ini. Dari
dunia politik, ekonomi,
sampai ke dunia hiburan. Isu
merupakan sesuatu yang
menarik untuk diamati dan
diperbincangkan. Setiap isu muncul pasti orang akan
"heboh" membicarakan,
sehingga tidak heran acara
televisi dan tabloid yang
berbau gosip mempunyai
daya jual yang tinggi. Kata isu biasanya
dikonotasikan ke dalam hal
yang negatif, tapi tidak
selamanya hal yang negatif
itu bisa merugikan. Malahan
isu negatif yang beredar bisa menguntungkan. Kadang ada
pihak-pihak tertentu yang
berusaha menumbuhkan isu
yang terjadi agar yang
ditawarkannya ke
masyarakat mempunyai nilai jual dan daya tarik tersendiri. Dunia entertainment misalnya,
khususnya dunia film,
sepertinya banyak
menggunakan isu negatif
untuk promosi gratis filmnya.
Seperti dicekalnya film "Arwah Goyang Karawang"
yang dibintangi oleh dua artis
yang sensual Julia Perez dan
Dewi Persik, yang dinilai
sudah mencoreng kesenian
ronggeng dan budaya rakyat Karawang. Bahkan Gubernur
Jawa Barat pun mendukung
penolakan beredarnya film
tersebut. Sejak awal, film ini memang
sudah banyak menuai sensasi.
Mulai dari pemilihan artis yang
membintangi filmnya sampai
kepada perseteruan kedua
artis tersebut. Parahnya lagi, perseteruan ini dijadikan
promosi, di dalam iklan
filmnya di media cetak
dituliskan kata-kata adegan
perkelahian dua artis seksi ini
adalah nyata tanpa proses editing. Hal yang serupa pernah terjadi
dengan film-film Indonesia
yang terdahulu. "Buruan Cium
Gue" adalah satu film yang
cukup fenomenal. Film ini
sempat dicekal tidak boleh filmnya ditayangkan. Sampai
da'i kondang saat itu, Aa
Gym, mengkritisi film itu
karena dari judulnya pun
sudah berkonotasi hal-hal
yang berbau pornografi. Tapi apa yang terjadi? Film
yang dimulai dengan isu
pencekalan, malah menuai
hasil. Filmnya laris manis
karena banyak peminatnya.
Semakin isu itu berhembus kencang semakin orang
penasaran untuk menonton.
Akibatnya sang produser
kebanjiran duit, begitu pun
artis yang membintanginya. Sepertinys sekarang sudah
menjadi tradisi. Ketika film itu
sedang dibuat, selalu dibuat
skenario agar terjadi sesuatu.
Seolah-olah ini dijadikan
sebagai iklan gratis agar filmnya laku. Tidak efektif bagi susu Berbeda lagi dengan kasus
susu formula, isu negatif tidak
efektif. Isu ini mengenai
beberapa merk susu yang
terkontaminasi "enterobacter
sakazaki" yang ditemukan oleh Tim Peneliti Institut
Pertanian Bogor (IPB). Hal ini
sangat meresahkan sebagian
masyarakat, terutama para
orangtua yang mempunyai
anak balita. Karena dampak dari mengonsumsi susu yang
mengandung bakteri ini bisa
mengakibatkan kerusakan
organ tubuh. Isu tersebut cukup
menghantam produsen susu.
Ditambah lagi dengan
beredarnya SMS yang
menyebutkan merk-merk
susu apa saja yang tercemar bakteri. Semakin
memperparah kodisi
penjualan susu formula.
Penurunan penjualan ini
mencapai 10 sampai 20 persen
(H.U. Pikiran Rakyat). Kedua isu ini cukup
memprihatikan kondisi
Negara ini. Tapi yang lebih
dipermasalahkan adalah isu
yang terjadi di dunia hiburan.
Beberapa organisasi sampai kepada pemerintah sangat
antusias me-ngkritisi baik itu
dengan tinda-kan secara
langsung atau berbicara di
media cetak. Mereka berbicara
atas nama moral yang akan rusak dengan ha-dirnya film
tersebut. Ini membuktikan bahwa isu
film lebih "seksi" untuk dibi-
carakan. Semakin
diperbincangkan, semakin
orang penasaran untuk
menonton. Tetapi ketika isu susu formula yang
mengandung bakteri
"enterobacter sakazaki"
muncul, hanya beberapa pihak
yang berusaha
memperjuangkan agar kementrian kesehatan mau
mengumumkan susu yang
tercemar bakteri tersebut.
Padahal seandainya memang
ada beberapa merk susu yang
mengandung bakteri ini, akibat yang akan dialami oleh
anak-anak akan fatal. Pada akhirnya kedua isu ini
akan sama-sama merusak
generasi penerus bangsa ini.
Generasi yang tidak bermoral
dan penerus bangsa yang
mengalami gangguan kesehatan. Semua ini kita
kembalikan kepada semua
pihak baik itu masyarakat
maupun pemerintah, apakah
ingin menyelamatkan
generasi bangsa atau malah ingin menghancurkannya? (penulis adalah tenaga
pengajar public relation di
politeknik piksi ganesha
dan stie ekuitas)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar